Surat Tagihan Pajak (STP) adalah dokumen penting yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pajak Indonesia sebagai tuntutan atas pajak atau sanksi administratif yang belum dibayar. Dengan kekuatan hukum yang sama dengan Surat Ketetapan Pajak (SKP), STP memungkinkan penggunaan waran dalam proses penagihan pajak, menunjukkan kepentingan besar dalam menjaga kepatuhan pajak di kalangan pengusaha kena pajak dan wajib pajak. Sistem perpajakan Indonesia yang menganut self-assessment mengharuskan para pembayar pajak untuk menghitung, membayar, dan melaporkan pajak mereka sendiri, sehingga edukasi pajak dan supervisi dari pihak Direktorat Jenderal Pajak menjadi sangat penting.
Dalam upaya memastikan pemenuhan target penerimaan pajak, proses penegakan hukum pajak mencakup langkah-langkah seperti penerbitan Surat Keputusan, Surat Peringatan, Surat Teguran, Perintah untuk Menyita Aset, Penyitaan Aset, dan Lelang Aset yang Disita. Kesadaran wajib pajak mengenai proses ini sangat penting untuk menghindari denda dan sanksi atas ketidakpatuhan pajak. Dengan memahami pentingnya surat tagihan pajak dan prosedur yang terlibat, pembaca akan mendapat gambaran yang jelas tentang bagaimana mengelola dan melunasi tanggung jawab pajak mereka.
Pengertian Surat Tagihan Pajak (STP)
Surat Tagihan Pajak (STP) adalah dokumen yang dikeluarkan oleh kantor pajak kepada wajib pajak yang belum membayar pajak tepat waktu, baik karena ketidaksengajaan maupun secara sengaja. Dokumen ini memiliki kekuatan hukum yang sama dengan Surat Ketetapan Pajak (SKP), yang berarti STP dapat digunakan sebagai dasar untuk tindakan penegakan hukum pajak jika diperlukan.
Struktur Nomor STP
Nomor yang tertera pada STP terdiri dari lima digit, diikuti oleh kode tiga huruf yang menunjukkan jenis pajak, kode dua digit untuk tahun fiskal, kode dua digit untuk kantor pajak, dan dua digit untuk tahun penerbitan STP. Struktur nomor ini membantu dalam pengelolaan dan pelacakan dokumen pajak secara sistematis.
Kondisi Penerbitan STP
STP diterbitkan dalam beberapa kondisi khusus, termasuk:
- Pajak penghasilan yang belum dibayar atau kurang dibayar selama tahun fiska.
- Adanya kesalahan dalam Surat Pemberitahuan (SPT) yang mungkin termasuk kesalahan ketik atau kesalahan perhitungan.
- Wajib pajak terkena sanksi administratif, yang bisa berupa denda atau bunga karena keterlambatan atau kekurangan dalam pembayaran pajak.
Dengan memahami kondisi-kondisi ini, wajib pajak dapat lebih waspada dalam mengelola kewajiban pajak mereka dan menghindari potensi kesalahan yang bisa menyebabkan penerbitan STP.
Fungsi dan Tujuan Surat Tagihan Pajak
Surat Tagihan Pajak (STP) memiliki peran penting dalam sistem perpajakan Indonesia, terutama dalam memastikan kepatuhan pajak dan koreksi pembayaran pajak yang tepat. Berikut adalah beberapa fungsi dan tujuan utama dari penerbitan STP:
1. Koreksi Pembayaran Pajak
STP diterbitkan sebagai tindakan korektif terhadap kesalahan atau kekurangan pembayaran pajak yang teridentifikasi setelah wajib pajak mengajukan Surat Pemberitahuan (SPT). Hal ini termasuk kesalahan ketik atau kesalahan perhitungan yang mungkin terjadi selama proses pengisian SPT.
2. Penjelasan Detail Tagihan
Dokumen STP mendetailkan jumlah pajak yang terutang, termasuk denda atau bunga yang berlaku akibat dari keterlambatan atau kekurangan pembayaran pajak. Ini memberikan transparansi dan pemahaman yang lebih baik bagi wajib pajak mengenai komponen apa saja yang membentuk jumlah total yang harus dibayar.
3. Penegakan Hukum dan Kepatuhan Pajak
STP memiliki kekuatan hukum yang setara dengan Surat Ketetapan Pajak (SKP), yang memungkinkan pemerintah untuk mengambil tindakan hukum jika diperlukan, seperti penyitaan aset untuk menjamin pembayaran pajak yang terhutang. Ini adalah bagian dari upaya lebih luas oleh Direktorat Jenderal Pajak untuk memastikan kepatuhan pajak yang efektif serta pengumpulan pajak yang efisien dan tepat waktu.
Dengan memahami fungsi dan tujuan dari Surat Tagihan Pajak, wajib pajak dapat lebih bertanggung jawab dalam memenuhi kewajiban perpajakan mereka dan menghindari potensi sanksi atau denda yang mungkin timbul dari ketidakpatuhan.
Prosedur Penerbitan STP
Prosedur penerbitan Surat Tagihan Pajak (STP) diatur secara rinci dalam berbagai peraturan yang dikeluarkan oleh Kementerian Keuangan. Berikut adalah langkah-langkah utama dalam proses penerbitan STP sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 145/PMK.03/2012:
1. Identifikasi Kondisi Penerbitan
STP dapat diterbitkan dalam beberapa kondisi seperti pajak penghasilan yang belum dibayar atau kurang dibayar, adanya kesalahan dalam Surat Pemberitahuan (SPT), sanksi administratif yang dikenakan, serta kegagalan dalam melaporkan aktivitas bisnis untuk pendaftaran sebagai pengusaha kena pajak atau kegagalan dalam menerbitkan faktur pajak.
2. Proses Penyusunan Nota Penghitungan Pajak
Dimulai dengan memasukkan data ke dalam Nota Penghitungan Pajak, dilanjutkan dengan tinjauan konsep Nota Penghitungan Pajak oleh pejabat yang berwenang. Langkah ini penting untuk memastikan bahwa semua informasi dan perhitungan pajak telah diinput dengan benar dan lengkap.
3. Penerbitan Surat Tagihan Pajak
Setelah Nota Penghitungan Pajak disetujui, STP akan diterbitkan. Waktu maksimum untuk penerbitan STP adalah tiga hari kerja sejak tanggal pembuatan Nota Penghitungan Pajak.
Prosedur ini dirancang untuk memastikan bahwa semua STP yang dikeluarkan adalah akurat dan sesuai dengan peraturan perpajakan yang berlaku. Hal ini penting untuk menjaga keadilan dan kepatuhan pajak di Indonesia.
Sanksi dan Denda dalam STP
Penerbitan Surat Tagihan Pajak (STP) dapat menambah jumlah pajak yang harus dibayar oleh wajib pajak. Pembayaran pajak yang tertunggak dan denda administratif yang dinyatakan dalam STP harus dilakukan dalam waktu satu bulan sejak tanggal penerbitan. Denda administratif sebesar 1% dari dasar pengenaan pajak dikenakan bagi bisnis yang gagal menerbitkan faktur pajak atau terlambat melakukannya, serta bagi mereka yang tidak melengkapi faktur pajak dengan sempurna.
Bunga dihitung berdasarkan tingkat bunga yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, yang ditambahkan pada pajak yang belum dibayar sebesar 5% dan dibagi 12, dan dikenakan selama maksimum 24 bulan sejak pajak tersebut jatuh tempo hingga STP dikeluarkan. STP dapat dikeluarkan maksimal lima tahun setelah keputusan keberatan dikeluarkan jika wajib pajak tidak meminta tinjauan dan keberatan ditolak atau disetujui sebagian.
Denda administratif berupa denda untuk keterlambatan atau kelalaian dalam mengajukan SPT bulanan atau tahunan adalah Rp 50.000 dan Rp 100.000, masing-masing. Denda administratif berupa bunga adalah 2% dari pajak yang terutang bagi bisnis yang terdaftar sebagai Wajib Pajak PPN dan mereka yang tidak terdaftar sebagai Wajib Pajak PPN tetapi menerbitkan faktur PPN.
Perbedaan STP dengan Surat Ketetapan Pajak
Surat Tagihan Pajak (STP) dan Surat Ketetapan Pajak (SKP) adalah dua dokumen yang penting dalam sistem perpajakan Indonesia, namun memiliki perbedaan yang signifikan dalam fungsi dan kondisi penerbitannya. STP diterbitkan untuk tujuan penagihan pajak atau sanksi administratif, seperti bunga dan denda, ketika wajib pajak gagal membayar atau membayar pajak kurang dari yang seharusnya. STP dihitung per bulan mulai dari tanggal jatuh tempo pembayaran pajak sampai dengan penerbitan Surat Keputusan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak.
Di sisi lain, SKP adalah dokumen yang diterbitkan untuk menentukan keadaan pembayar pajak yang memiliki kelebihan, kekurangan, atau tidak ada pembayaran pajak sebagai hasil dari kesalahan dalam pengajuan Surat Pemberitahuan (SPT) tahunan. SKP mencakup berbagai jenis seperti Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Nihil, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, dan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar. SKP diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak setelah pemeriksaan oleh pejabat pajak, dan isinya berdasarkan opini pejabat pajak tersebut.
Perbedaan utama antara STP dan SKP terletak pada tujuan penerbitannya. STP diterbitkan sebagai koreksi untuk pajak yang belum dibayar atau kurang dibayar, sedangkan SKP diterbitkan sebagai konfirmasi dari penilaian pajak. STP dikeluarkan di bawah kondisi tertentu, sementara SKP diterbitkan setelah wajib pajak mengajukan SPT. Kedua dokumen ini memiliki kekuatan hukum yang sama, namun digunakan dalam konteks yang berbeda dalam sistem perpajakan.
Cara Penyelesaian dan Pembayaran STP
1. Memahami Detail STP
Pertama, pastikan Anda memahami detail dari STP yang diterima, termasuk jenis pajak, jumlah yang harus dibayar, dan batas waktu pembayaran. Periksa semua informasi dengan seksama untuk memastikan tidak ada kesalahan.
2. Menggunakan Sistem Online Pajak
Anda dapat membayar STP melalui sistem pembayaran online yang disediakan oleh DJP, seperti:
e-Billing: Sistem ini memungkinkan Anda untuk membuat kode billing yang dapat digunakan untuk membayar pajak melalui bank atau ATM.
e-Faktur: Untuk PPN, e-Faktur juga bisa digunakan untuk menyelesaikan kewajiban STP.
3. Pembayaran Melalui Bank
Setelah mendapatkan kode billing, Anda bisa membayar pajak melalui:
ATM: Gunakan ATM bank yang terdaftar sebagai mitra pembayaran pajak. Ikuti instruksi untuk pembayaran pajak menggunakan kode billing.
Internet Banking: Log in ke akun internet banking Anda, pilih opsi pembayaran pajak, dan masukkan kode billing.
Mobile Banking: Sama seperti internet banking, Anda dapat menggunakan aplikasi mobile bank untuk melakukan pembayaran.
4. Pembayaran Langsung di Kantor Bank
Anda juga bisa mendatangi kantor bank yang bekerja sama dengan DJP untuk melakukan pembayaran pajak secara langsung. Tunjukkan STP dan informasikan bahwa Anda ingin melakukan pembayaran pajak.
5. Konfirmasi Pembayaran
Setelah melakukan pembayaran, simpan bukti pembayaran yang Anda dapatkan dari bank atau sistem online. Ini sangat penting sebagai bukti jika ada permasalahan di masa depan mengenai status pembayaran Anda.
6. Melapor ke KPP
Setelah pembayaran selesai, lapor ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tempat Anda terdaftar sebagai wajib pajak. Tunjukkan bukti pembayaran dan pastikan bahwa pembayaran Anda telah diakui oleh sistem DJP.
Kesimpulan
Memahami Surat Tagihan Pajak (STP) dan mematuhi kewajiban pajak merupakan aspek kritikal dalam manajemen pajak yang efektif bagi setiap wajib pajak. Artikel ini telah membahas secara luas tentang pentingnya STP, prosedur penyelesaiannya, dan konsekuensi dari ketidakpatuhan pajak, serta menjelaskan fungsi dan peran STP dalam sistem perpajakan Indonesia. Dengan pengetahuan yang cukup tentang cara mengelola dan melunasi tanggung jawab pajak, wajib pajak dapat menghindari potensi sanksi dan denda yang tidak perlu.
Mengingat kompleksitas peraturan pajak yang ada dan potensi risiko ketidakpatuhan, mendapatkan dukungan dari profesional adalah langkah yang bijak. Dalam hal ini, Associe.co.id sebagai Konsultan Pajak dapat membantu Anda dalam menavigasi tantangan dan menyediakan solusi untuk berbagai kasus pajak. Menjaga kepatuhan pajak tidak hanya membantu menghindari risiko hukum dan finansial, namun juga memperkuat integritas dan reputasi Anda sebagai pelaku bisnis di mata lembaga pajak dan masyarakat umum.
Frequently Asked Questions
Surat Tagihan Pajak (STP) adalah dokumen yang digunakan untuk menagih pajak serta sanksi administratif seperti bunga dan denda. STP juga berperan dalam mengoreksi pajak yang terutang, mengenakan sanksi kepada wajib pajak, dan sebagai alat untuk menagih pajak yang belum dibayar.
Berdasarkan Pasal 4 PMK 189/2020, proses penagihan pajak meliputi beberapa langkah:
- Menerbitkan Surat Teguran.
- Memberitahukan Surat Paksa.
- Melaksanakan Penyitaan.
- Melakukan Pengumuman Lelang.
- Menggunakan, Menjual, dan/atau Memindahbukukan Barang Sitaan.
- Mengusulkan Pencegahan.
- Melaksanakan Penyanderaan.
Jumlah pajak yang terutang dalam STP harus dibayar paling lambat satu bulan sejak tanggal penerimaan STP oleh wajib pajak.
Surat Tagihan Pajak diterbitkan karena wajib pajak tidak memenuhi kewajibannya dalam hal pembayaran dan pelaporan pajak.