Associe

Taylor Swift Dapatkan Hak Milik Karyanya Kembali

Taylor Swift dapatkan hak milik karyanya
Daftar Isi

Taylor Swift Dapatkan Hak Milik Karyanya — Taylor Swift akhirnya mendapatkan kembali hak milik atas karya musiknya sendiri.

Setelah bertahun-tahun menjadi sorotan karena konflik dengan label lama, keputusan terbaru ini menjadi momen penting dalam industri musik.

Perjuangan panjang yang ia hadapi membuka mata banyak pihak tentang pentingnya hak cipta bagi musisi. Associe akan membahasnya di artikel ini.

Baca Juga: Kontroversi AI Ghibli, Polemik Hak Cipta dalam Dunia Digital

 

Awal Mula Taylor Swift Kehilangan Hak Master Musiknya

Perjalanan panjang Taylor Swift dalam mendapatkan kembali hak master musiknya bermula sejak masa awal kariernya bersama Big Machine Records

 Pada tahun 2005, Swift menandatangani kontrak rekaman pertamanya, yang seperti umumnya kontrak artis muda, tidak memberinya kepemilikan atas rekaman.

Swift hanya menerima royalti dari penjualan album, sementara master dimiliki oleh label.

Masalah memuncak ketika pada 2019, Scott Borchetta dari Big Machine menjual seluruh katalog rekaman Swift kepada Scooter Braun.

Transaksi ini dilakukan tanpa sepengetahuan atau persetujuan Swift, yang memicu kemarahan dan kekecewaan dari penyanyi tersebut.

Swift mengungkapkan ketidaknyamanannya karena master karya hidupnya kini dikuasai oleh pihak yang ia nilai mencoba merusak reputasinya.

Penjualan katalog ke Braun dianggap Swift sebagai pengkhianatan. Ia merasa kehilangan kontrol atas karya-karya yang membentuk dirinya sebagai seniman.

Sejak saat itu, Swift mulai merancang langkah untuk merebut kembali kendali atas musiknya, dengan mengandalkan kreativitas dan dukungan penggemar.

Pada akhirnya, penjualan katalog musik dari Braun ke Shamrock Capital pada tahun 2020 tidak menghentikan langkah Swift.

 

Strategi Taylor Swift Merekam Ulang Album Lama

Taylor Swift kemudian meluncurkan proyek ambisius untuk merekam ulang enam album awalnya yang dirilis di bawah Big Machine Records.

Tujuan dari langkah ini adalah agar ia memiliki versi baru dari lagu-lagu tersebut, yang sepenuhnya berada di bawah kendalinya.

Setiap album baru diberi tambahan label “Taylor’s Version” sebagai penanda kepemilikan resmi dari sang artis.

Album “Fearless (Taylor’s Version)” dirilis pada April 2021, diikuti oleh “Red (Taylor’s Version)” pada November 2021, lalu “Speak Now (Taylor’s Version)” dan “1989 (Taylor’s Version)” masing-masing dirilis pada 2023.

Semua album tersebut langsung meraih sukses komersial dan mendapat sambutan hangat dari penggemar.

Keputusan merekam ulang bukan sekadar langkah bisnis. Ini juga merupakan pernyataan politik dalam industri musik.

Swift membuktikan bahwa artis bisa melawan sistem yang tidak adil dengan cara cerdas dan penuh integritas.

 

Taylor Swift Dapatkan Hak Milik Karyanya Kembali

Pada Mei 2025, Taylor Swift mengumumkan bahwa dirinya telah mendapatkan kembali hak penuh atas master rekaman enam album pertamanya.

Dalam pernyataan resmi di situs resminya, Swift menyebut bahwa semua musik, video, dan materi kreatif lainnya kini resmi menjadi miliknya. 

Menurut laporan The Guardian, keputusan ini memungkinkan berkat kesuksesan proyek Taylor’s Version dan “The Eras Tour”, tur konser global Swift yang mencetak pendapatan lebih dari 2 miliar dolar AS.

Swift secara langsung mengakui bahwa dukungan luar biasa dari penggemar memungkinkan dirinya membeli kembali karyanya dengan otonomi penuh.

Ia juga menyampaikan apresiasi kepada Shamrock Capital yang bersedia menawarkan kepemilikan atas katalog musik tersebut tanpa syarat yang merugikan.

Menurut Swift, perusahaan ini menangani transaksi dengan jujur, adil, dan penuh rasa hormat.

Meski empat dari enam album Taylor’s Version telah dirilis, masih tersisa dua album yang dinanti, yakni “Taylor Swift” (debut) dan “Reputation”.

Penggemar masih menunggu pengumuman resmi terkait tanggal rilis keduanya.

Namun, pencapaian Swift hingga saat ini sudah cukup untuk disebut sebagai salah satu momen penting dalam sejarah musik modern.

 

Mengapa Pentingnya Kesadaran Hak Cipta Bagi Musisi

Kasus Taylor Swift menunjukkan betapa pentingnya pemahaman terhadap hak cipta bagi para musisi, baik pemula maupun profesional.

Kepemilikan atas master rekaman berarti kontrol penuh atas penggunaan, lisensi, dan pendapatan dari karya tersebut. Tanpa itu, musisi bisa kehilangan kendali atas karya mereka sendiri.

Di Indonesia, Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta menjadi landasan perlindungan hukum bagi pencipta lagu dan musisi.

Musisi Indonesia diimbau untuk memahami hak ekonominya dan cermat dalam menandatangani kontrak dengan label atau distributor agar tidak mengalami hal serupa seperti yang dialami Swift.

Baca Juga: Sengketa BYD dan Gugatan Merek Denza di Indonesia

 

FAQ Tentang “Taylor Swift Dapatkan Hak Milik Karyanya”

Berikut ini beberapa pertanyaan yang sering muncul seputar kasus Taylor Swift dan kepemilikan master musiknya:

Apa yang dimaksud dengan master rekaman?

Master adalah rekaman asli dari lagu atau album yang menjadi dasar dari semua distribusi dan reproduksi. Pemilik master mengendalikan bagaimana musik digunakan secara komersial.

Mengapa Taylor Swift tidak memiliki master albumnya sejak awal?

Karena kontrak awalnya dengan Big Machine Records hanya memberinya royalti, bukan hak atas rekaman. Ini umum terjadi pada artis baru.

Apa tujuan dari “Taylor’s Version”?

Untuk menciptakan ulang musiknya dalam versi yang ia miliki sepenuhnya, sekaligus mengarahkan penggemar untuk mendengarkan versi tersebut, bukan versi lama.

Apakah semua albumnya sudah direkam ulang?

Belum. Masih ada dua album lagi yang belum dirilis dalam versi Taylor, yaitu “Taylor Swift” dan “Reputation”.

Apa pelajaran penting dari kisah ini bagi musisi lain?

Musisi harus memahami kontrak mereka dan memperjuangkan kepemilikan atas karya mereka sejak awal. Ini bisa berdampak besar pada karir jangka panjang.

Ikuti Associe di Sosial Media