Ringkasan Artikel: Pajak Hiburan

Pajak hiburan adalah pungutan daerah atas hiburan berbayar dan termasuk dalam PBJT sesuai UU HKPD. Objeknya meliputi pertunjukan seni, karaoke, bar, spa, dan sejenisnya. Tarif ditetapkan pemerintah daerah, berkisar antara 10% hingga 75%, tergantung jenis hiburan.

 

Pajak hiburan kini menjadi perbincangan hangat di kalangan pelaku usaha, terutama sejak munculnya rencana penyesuaian tarif yang dinilai memberatkan.

Kenaikan tarif ini menuai banyak reaksi karena dianggap berpotensi menekan industri hiburan. 

Associe akan membahasnya di artikel ini.

 

Pengertian Pajak Hiburan

Pajak hiburan adalah pungutan yang dikenakan atas penyelenggaraan hiburan berbayar yang dinikmati oleh masyarakat umum.

Jenis hiburan yang dimaksud dapat berupa tontonan, pertunjukan seni, permainan, atau kegiatan lainnya yang dikonsumsi publik dengan dikenai biaya.

Pajak ini bertujuan untuk meningkatkan pendapatan daerah serta mengatur aktivitas hiburan di masyarakat.

Pemerintah daerah menjadi pihak yang berwenang mengelola, memungut, dan menetapkan tarif pajak hiburan di wilayahnya melalui peraturan daerah.

Sejak berlaku UU HKPD No. 1 Tahun 2022, pajak hiburan masuk dalam kategori Pajak atas Barang dan Jasa Tertentu (PBJT).

Menurut Direktur Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Lydia Kurniawati Christyana, PBJT atas jasa kesenian dan hiburan bukanlah jenis pajak baru, melainkan bentuk penyesuaian dari ketentuan sebelumnya di UU PDRD.

 

Objek Pajak Hiburan

Objek yang dikenakan pajak hiburan mencakup:

  • Pemutaran film dan tontonan audio visual di lokasi tertentu
  • Pertunjukan seni, musik, tari, dan busana
  • Kontes kecantikan dan binaraga
  • Pameran, sirkus, sulap, dan akrobat
  • Balap kendaraan dan pacuan kuda
  • Permainan ketangkasan dan olahraga rekreasi, seperti padel
  • Wahana wisata seperti taman air, kebun binatang, dan agrowisata
  • Jasa refleksi dan pijat
  • Karaoke, bar, diskotek, spa, dan klub malam

Namun, kegiatan hiburan yang tidak dipungut biaya atau bertujuan untuk promosi budaya tradisional tidak dikenakan pajak.

 

Tarif Pajak Hiburan

Semenjak awal tahun 2024, wacana kenaikan tarif pajak hiburan dalam UU HKPD telah memicu protes dari pelaku industri karena tarif yang ditetapkan, yaitu 40% hingga 75%, dianggap terlalu tinggi.

Kondisi ini mendorong pemerintah untuk menunda penerapan dan membuka kemungkinan evaluasi lebih lanjut di Mahkamah Konstitusi.

 

Cara Menghitung Tarif Pajak Hiburan

Sebagai contoh, di Jakarta, pajak hiburan untuk diskotek, karaoke, bar, kelab malam, dan spa ditetapkan sebesar 40%.

Sesuai Perda Nomor 1 Tahun 2024, mengacu pada UU HKPD yang menetapkan tarif antara 40% hingga 75%.

Sebagai contoh, jika seseorang membayar Rp250.000 untuk menikmati layanan hiburan di sebuah bar, maka:

Pajak = Rp250.000 × 40% = Rp100.000

Total yang dibayar konsumen = Rp250.000 + Rp100.000 = Rp350.000

 

Dasar Hukum Terkait Pajak Hiburan

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 (UU HKPD)

UU ini menetapkan pajak hiburan sebagai bagian dari PBJT dengan ketentuan tarif tertentu dan wewenang daerah dalam pengelolaannya.

UU HKPD menjadi dasar hukum terbaru untuk PBJT, termasuk jasa kesenian dan hiburan. Umumnya, tarif maksimalnya 10%.

Namun, untuk jenis hiburan tertentu seperti diskotek, karaoke, bar, klub malam, dan spa, tarif PBJT ditetapkan paling rendah 40% dan paling tinggi 75%.

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 (UU PDRD)

UU ini sebelumnya menjadi dasar hukum utama sebelum digantikan sebagian oleh UU HKPD. Beberapa pasal masih relevan dan menjadi acuan teknis.

Dalam UU PDRD, Pajak Hiburan diatur dalam Bab II (Pajak), Bagian Kesembilan (Pajak Hiburan), dengan Pasal 42 hingga Pasal 46.

Peraturan Daerah (PERDA)

Pemerintah daerah menetapkan tarif pasti dan implementasi teknis pajak hiburan melalui PERDA yang berlaku di masing-masing kabupaten/kota.

Perda ini mengatur jenis hiburan yang dikenai pajak, tarif sesuai UU HKPD, serta ketentuan pemungutan, pembayaran, pelaporan, dan sanksi.

 

Keringanan dan Sanksi Pajak Hiburan

Pemerintah daerah memiliki kewenangan untuk memberikan pengurangan atau keringanan pajak hiburan.

Ini dapat diberlakukan atas dasar pertimbangan sosial ekonomi seperti bencana, pengentasan kemiskinan, hingga stimulus bagi pelaku usaha.

Namun, permohonan keringanan harus disertai bukti sah dan melalui proses audit ketat.

Sebaliknya, jika ditemukan pelanggaran seperti kesalahan pelaporan atau penggelapan, pelaku usaha bisa dikenai sanksi pidana dan denda yang cukup besar.

Denda bisa mencapai empat kali jumlah pajak terutang, dengan hukuman penjara maksimal dua tahun.

 

FAQ Tentang Pajak Hiburan

Apakah semua jenis hiburan dikenai pajak?

Tidak. Hanya hiburan berbayar yang dikenai pajak. Kegiatan promosi budaya atau layanan gratis tidak termasuk.

Siapa yang wajib membayar pajak hiburan?

Penyelenggara hiburan, baik individu maupun badan usaha, adalah pihak yang wajib membayar pajak hiburan kepada pemerintah daerah.

Mengapa tarif pajak hiburan bisa berbeda antar daerah?

Karena masing-masing pemerintah daerah memiliki kewenangan menetapkan tarif melalui peraturan daerah.

Apa kaitan pajak hiburan dengan PBJT?

Pajak hiburan telah diintegrasikan ke dalam kategori Pajak atas Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) sejak berlakunya UU HKPD.

Apakah ada potensi perubahan tarif di masa mendatang?

Ya. Pemerintah membuka peluang untuk meninjau ulang tarif melalui judicial review di Mahkamah Konstitusi.

 

Referensi

Perda DKI Jakarta No. 1 Tahun 2024 – Pajak Daerah dan Retribusi Daerah di Jakarta
https://peraturan.bpk.go.id/Details/279709/perda-prov-dki-jakarta-no-1-tahun-2024

UU No. 1 Tahun 2022 – Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (UU HKPD)
https://peraturan.bpk.go.id/Details/195696/uu-no-1-tahun-2022

UU No. 28 Tahun 2009 – Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
https://peraturan.bpk.go.id/Details/38763/uu-no-28-tahun-2009

 

Baca Juga:

Pengertian dan Cara Hitung Tarif PB1 untuk Restoran

Pajak Buku Impor: Alasan Kenapa Harganya Cenderung Mahal