Ringkasan Artikel: Rencana Revisi UU Hak Cipta 2025

Revisi UU Hak Cipta masuk Prolegnas Prioritas 2025 untuk menyesuaikan dengan era digital. Berikut ringkasannya:

  • Fokus utama mencakup perlindungan karya berbasis AI, ciptaan digital, dan budaya tradisional.
  • Sistem pengelolaan royalti dituntut lebih transparan, akuntabel, dan berbasis digital.
  • Musisi dan pakar menekankan pentingnya perlindungan nyata serta kepastian hukum.

 

Latar Belakang Revisi UU Hak Cipta

Sejak diberlakukannya UU Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, banyak pelaku industri musik menilai perlu adanya pembaruan.

Masalahnya terletak pada distribusi royalti yang tidak sebanding dengan pemanfaatan karya, khususnya musik.

Hal ini tampak dalam kasus gugatan Ari Bias terhadap Agnez Mo di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat (12 September 2024).

Pada 30 Januari 2025, hakim memutuskan Agnez Mo bersalah dan wajib membayar royalti Rp1,5 miliar.

Sengketa muncul karena Ari Bias ingin menerapkan direct licensing (izin langsung dari pencipta.

Sedangkan Agnez Mo dan penyelenggara konser mengacu pada aturan LMKN yang memungkinkan pembayaran royalti melalui lembaga tanpa izin langsung.

Ditambah kini perkembangan digital dan hadirnya AI memperluas penyebaran dan pembuatan karya yang memicu pro dan kontra.

 

Poin Penting dalam Rencana Revisi UU Hak Cipta 2025

Dilansir dari Hukum Online, revisi terbaru memperluas cakupan hak cipta hingga karya AI dan memperbaiki distribusi royalti.

Ini menutup celah yang belum diatur dalam UU 2014 terkait teknologi digital.

Ada 8 fokus utama yang meliputi:

  • Perlindungan Hak Cipta dan Hak Terkait
  • Platform Digital dan Tempat Perdagangan
  • Ciptaan Digital dan Aset Teknologi
  • Ekspresi Budaya Tradisional
  • Karya Berbasis Kecerdasan Buatan (AI)
  • Pembatasan Hak Cipta
  • Sarana Kontrol Teknologi dan Informasi
  • Masa Berlaku dan Pengalihan Hak

 

Perlindungan Hak Cipta dan Hak Terkait

Revisi UU Hak Cipta mempertegas perlindungan hak moral dan hak ekonomi pencipta. Tidak hanya terbatas pada karya fisik, tetapi juga ciptaan digital.

Perlindungan ini mencakup pelaku pertunjukan, produser fonogram, dan lembaga penyiaran agar hak mereka tetap terjamin.

Platform Digital dan Tempat Perdagangan

RUU menekankan kewajiban platform digital untuk mencegah dan menghentikan pelanggaran hak cipta.

Pengelola tempat perdagangan fisik maupun digital yang lalai dapat dikenakan sanksi administratif.

Ciptaan Digital dan Aset Teknologi

Video game, multimedia, basis data, hingga perangkat lunak diakui sebagai ciptaan tersendiri. 

Aset teknologi mendapat perlindungan hukum agar tidak terjadi penyalahgunaan.

Ekspresi Budaya Tradisional

Negara berperan sebagai pemegang hak atas ekspresi budaya tradisional.

Inventarisasi berbasis data digital dihadirkan untuk melindungi warisan budaya dari eksploitasi di platform digital.

Karya Berbasis Kecerdasan Buatan (AI)

RUU mengatur bahwa karya berbasis AI hanya diakui jika ada kontribusi manusia di dalamnya. 

Aturan juga melarang praktik penyalahgunaan seperti deepfake atau peniruan gaya tanpa izin.

Pembatasan Hak Cipta

Penggunaan wajar (fair use) tetap berlaku untuk pendidikan, penelitian, berita, parodi, hingga akses bagi penyandang disabilitas.

Pada konten digital, aturan metadata, DRM, watermark, dan blockchain ditambahkan.

Sarana Kontrol Teknologi dan Informasi

RUU melarang perusakan DRM, watermark, serta teknologi pengaman digital.

Disiapkan pula repositori digital dan sistem informasi hak cipta yang dapat diakses untuk kepastian hukum.

Masa Berlaku dan Pengalihan Hak

Revisi menyesuaikan jangka waktu hak cipta, termasuk hak lanjut jual pada seni rupa.

Hak cipta juga bisa beralih kembali kepada pencipta setelah masa berlaku tertentu habis.

 

Kapan dan Sejauh Mana Revisi UU Hak Cipta Dilakukan?

DPR saat ini membahas RUU Hak Cipta yang ditargetkan rampung segera. Menurut Rikson Sitorus, pembahasan bersama pemerintah akan segera dilanjutkan.

Maka, revisi Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (UU Hak Cipta) menjadi momentum penting untuk merumuskan ulang arah kebijakan pengelolaan royalti.

Terlebih, RUU Hak Cipta telah resmi masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2025.

Sebagaimana dilansir dari Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum Sekretariat Jenderal DPR RI.

 

Tanggapan Pakar Hukum dan Pelaku Industri Musik

Otto Hasibuan (25 September 2025):

“Jangan sampai aturan yang lahir justru merugikan salah satu pihak. Saat ini ada dua kubu pandangan terkait Lembaga Manajemen Kolektif (LMK), apakah harus dibatasi atau tidak.”

ANTARA News

Melly Goeslaw (5 Agustus 2025):

 “Revisi ini tidak boleh menyulitkan kreator dan pelaku industri musik. Di saat yang sama, kesadaran masyarakat terhadap pentingnya hak cipta juga harus ditumbuhkan.” 

Gerindra 

Piyu (27 Februari 2025):

“Saya ingin menyampaikan bahwa sebenarnya masalah perlindungan hak cipta … ada banyak yang menginterpretasikannya itu salah atau misleading.” 

Detik

 

FAQ Tentang “Revisi UU Hak Cipta 2025”

Apa itu revisi UU Hak Cipta?

Revisi UU Hak Cipta adalah pembaruan peraturan untuk menyesuaikan hak cipta dengan perkembangan teknologi dan kebutuhan industri kreatif.

Siapa yang terlibat dalam revisi UU Hak Cipta?

Pemerintah, DPR, pelaku industri kreatif, dan masyarakat secara umum menjadi pihak yang berpartisipasi.

Apa saja perubahan utama dalam revisi ini?

Perubahan mencakup pengaturan karya berbasis AI, transparansi royalti, dan penegakan hukum yang lebih tegas.

Bagaimana revisi ini mempengaruhi musisi?

Musisi dapat memantau penggunaan karya secara real-time dan menerima royalti yang lebih adil melalui sistem digital.

Kapan revisi UU Hak Cipta diterapkan?

Revisi dijadwalkan selesai pada 2025 sesuai Prolegnas Prioritas dan akan mulai berlaku setelah disahkan DPR.

 

Baca juga artikel terkait:

Memahami Apa dan Peran Performing Rights Dalam Industri Musik

Vidi Aldiano Dituntut Rp24,5 Miliar Karena Lagu Nuansa Bening

Mengapa Mie Gacoan Bayar Royalti Musik Hingga 2,2 Miliar?

LMKN: Royalti Musik Dibayar Pemilik Usaha, Bukan Musisi