Associe

Mengenal Predatory Pricing: Dampak dan Sanksi Pidananya

predatory pricing
Picture of Pengku. A
Pengku. A

Ringkasan Artikel: Predatory Pricing

Predatory pricing adalah praktik penetapan harga rendah secara ekstrem untuk mengusir pesaing dan menguasai pasar. Meskipun bisa terlihat menguntungkan di awal bagi konsumen, dampaknya justru merusak struktur persaingan usaha dan membuka peluang terbentuknya monopoli. Pemerintah Indonesia telah mengatur larangan dan sanksi bagi pelaku praktik ini melalui UU No. 5 Tahun 1999 dan Permendag No. 50 Tahun 2020.

 

Predatory pricing bukan sekadar strategi harga biasa. Di balik tampilan harga murah, bisa saja tersembunyi praktik tidak sehat yang mengancam pesaing dan konsumen.

Fenomena ini sering memicu kontroversi, terutama di tengah persaingan bisnis yang makin ketat.

Associe akan membahasnya di artikel ini.

 

Pengertian Predatory Pricing

Predatory pricing adalah praktik penetapan harga sangat rendah untuk menyingkirkan pesaing dari pasar.

Biasanya, harga produk dijual di bawah biaya produksi, sehingga pelaku usaha lain tidak mampu bersaing.

Setelah pesaing tersingkir, perusahaan yang melakukan predatory pricing akan menaikkan harga kembali untuk meraup keuntungan besar.

Tujuan utama dari praktik ini adalah menciptakan dominasi pasar dan mencegah masuknya pemain baru.

Strategi ini umumnya dilakukan oleh perusahaan besar yang mampu menanggung kerugian jangka pendek demi menguasai pasar dalam jangka panjang.

Dikutip dari Corporate Finance Institute, meskipun konsumen diuntungkan dengan harga lebih rendah dalam jangka pendek, praktik ini pada akhirnya menghilangkan pilihan konsumen dan memungkinkan perusahaan predator menaikkan harga di kemudian hari.

 

Ciri-ciri Tindakan Predatory Pricing

Harga Di Bawah Biaya Produksi

Perusahaan menetapkan harga jual produk lebih rendah dari total biaya produksi dalam jangka panjang.

Durasinya Cukup Panjang

Berbeda dari promosi musiman, harga rendah diterapkan dalam waktu lama hingga pesaing benar-benar tersingkir.

Kompetitor Tidak Bisa Bertahan

Pesaing kehilangan daya saing, gulung tikar, atau menarik diri dari pasar karena tidak mampu mengikuti harga.

Harga Naik Setelah Pasar Dikuasai

Setelah tidak ada lagi pesaing, perusahaan predator akan menaikkan harga hingga melebihi harga normal.

 

Dampak Predatory Pricing

Predatory pricing berdampak negatif pada pasar dan konsumen secara umum:

  • Menghancurkan usaha kecil dan menengah
  • Mengurangi keberagaman produk di pasar
  • Membentuk monopoli atau oligopoli
  • Menaikkan harga secara drastis setelah pesaing tersingkir
  • Menghambat masuknya pelaku usaha baru

 

Contoh Kasus Predatory Pricing

Dikutip dari CBC News, pada tahun 2001, Air Canada dituduh melakukan praktik penetapan harga predator terhadap dua pesaing kecilnya, WestJet dan CanJet, oleh Komisi Persaingan Usaha Kanada.

Air Canada menurunkan harga tiket penerbangan satu arah dari Halifax ke St. John’s, Montreal, atau Ottawa menjadi $89–$99 (sekitar Rp1,3 juta–Rp1,5 juta), padahal sebelumnya harga tiket ini bisa mencapai lebih dari $600 (sekitar Rp9 juta).

Langkah ini dianggap sebagai upaya untuk menyingkirkan pesaing dengan cara menurunkan harga di bawah biaya operasional.

Akibatnya, maskapai lain mengajukan protes karena menganggap hal ini merusak persaingan sehat.

Air Canada sempat menerima perintah penghentian dari Biro Persaingan Usaha dan harus mencabut sejumlah tarif murahnya.

Namun, pihak Air Canada membela diri dengan menyatakan bahwa menyamai harga pesaing adalah hal yang wajar dalam industri penerbangan.

 

Aturan Hukum Terkait Predatory Pricing di Indonesia

Di Indonesia, praktik predatory pricing secara tegas dilarang dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

Pasal 20 menyatakan:

“Pelaku usaha dilarang melakukan pemasokan barang atau jasa dengan cara jual rugi atau menetapkan harga yang sangat rendah dengan maksud untuk menyingkirkan atau mematikan usaha pesaingnya di pasar bersangkutan sehingga mengakibatkan praktik monopoli atau persaingan tidak sehat.”

Selain itu, Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 50 Tahun 2020 juga mengatur agar barang impor tidak dijual lebih murah dari produk lokal, untuk melindungi pelaku usaha dalam negeri.

Tindakan Pidana Terkait Predatory Pricing

Denda administratif

KPPU dapat menjatuhkan denda minimal Rp1.000.000.000 dan maksimal Rp25.000.000.000 sesuai Pasal 47 ayat (2) huruf g UU No. 5 Tahun 1999.

Pembekuan atau pencabutan izin usaha

Pemerintah dapat menjatuhkan sanksi administratif tambahan berupa pembekuan sementara atau pencabutan izin usaha melalui instansi berwenang.

Tuntutan pidana melalui jalur hukum umum

Jika predatory pricing disertai unsur tindak pidana lain, seperti penipuan atau pemalsuan, pelaku bisa dikenai pasal pidana tambahan sesuai Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Gugatan ganti rugi oleh pesaing yang dirugikan

Pesaing dapat mengajukan gugatan ganti rugi secara perdata atas kerugian yang ditimbulkan, baik materiil maupun immateriil.

Pengawasan dan pemanggilan oleh KPPU

Pelaku usaha wajib hadir memenuhi panggilan KPPU, memberikan data, serta menjalani proses pemeriksaan jika diduga melakukan praktik persaingan tidak sehat.

 

FAQ Tentang Predatory Pricing

Apa itu predatory pricing dan apa bedanya dengan diskon biasa?

Predatory pricing adalah strategi menurunkan harga sangat rendah dalam jangka panjang untuk mengusir pesaing, bukan sekadar diskon promosi musiman.

Siapa saja yang biasa melakukan predatory pricing?

Umumnya dilakukan oleh perusahaan besar dengan modal kuat yang mampu menanggung kerugian jangka pendek.

Apakah predatory pricing merugikan konsumen?

Ya, meskipun awalnya terlihat menguntungkan, pada akhirnya konsumen menghadapi harga tinggi saat pasar dikuasai.

Bagaimana cara mengenali predatory pricing di pasar?

Perhatikan harga yang terus-menerus di bawah biaya produksi dan apakah pesaing satu per satu mulai keluar dari pasar.

Apakah pemerintah bisa menghentikan praktik predatory pricing?

Bisa. Pemerintah melalui KPPU berwenang menyelidiki dan memberikan sanksi kepada pelaku usaha yang melanggar aturan.

 

Referensi:

UU No. 5 Tahun 1999 – Larangan Monopoli & Persaingan Tidak Sehat

https://peraturan.bpk.go.id/Details/45280/uu-no-5-tahun-1999 

Permendag No. 50 Tahun 2020 – Aturan Perdagangan Elektronik

https://peraturan.bpk.go.id/Details/160273/permendag-no-50-tahun-2020

 

Baca Juga:

Apa Itu Shadow Economy? Definisi dan Dampaknya Bagi Negara

Rahasia Dagang di Balik Tas Mewah: Benarkah Buatan China?

Penulis Artikel:

Picture of Pengku. A
Pengku. A

Seorang article writer di Associe dengan pengalaman di berbagai bidang, seperti online media, legalitas, dan digital agency.

Ikuti Associe di Sosial Media