Associe

Kriteria Obat untuk Sertifikasi Halal di Indonesia

Kriteria obat untuk sertifikasi halal
Picture of Pengku. A
Pengku. A

Ringkasan Kriteria Sertifikasi Halal Obat

Kriteria obat untuk sertifikasi halal meliputi bahan yang halal, proses produksi sesuai syariat Islam, sistem jaminan produk halal, tujuan penggunaan yang tidak bertentangan dengan prinsip keagamaan, serta pelabelan yang jelas dan transparan. Pemerintah Indonesia mewajibkan seluruh obat non-psikotropika untuk memiliki sertifikasi halal secara bertahap, dengan tenggat waktu berbeda berdasarkan jenis obat. Oleh karena itu, pelaku industri farmasi perlu segera mempersiapkan diri guna memenuhi ketentuan ini.

 

Kriteria Obat untuk Sertifikasi Halal — Obat yang Anda konsumsi bisa jadi belum bersertifikat halal, padahal hal ini sudah menjadi kewajiban di Indonesia.

Apakah semua jenis obat wajib disertifikasi? Apa yang jadi indikator kehalalannya? Associe akan membahasnya di artikel ini.

Baca Juga: Arti No Pork No Lard, Apakah Sama dengan Label Halal?

 

Apa Itu Sertifikasi Halal Untuk Obat?

Sertifikasi halal pada obat adalah proses pemeriksaan untuk memastikan bahwa produk farmasi memenuhi prinsip kehalalan sesuai syariat Islam. Ini mencakup kehalalan bahan, proses produksi, hingga kemasan dan distribusi.

Kebijakan ini tidak hanya diperuntukkan bagi produk makanan dan kosmetik, tetapi juga obat yang beredar di Indonesia, demi perlindungan konsumen Muslim. Pemerintah bahkan telah menetapkan tahapan implementasi dan jenis obat yang diwajibkan bersertifikat halal.

 

Kriteria Obat Untuk Sertifikasi Halal

Untuk memperoleh sertifikat halal, obat harus memenuhi sejumlah ketentuan yang telah ditetapkan dalam regulasi pemerintah dan standar Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH).

Bahan Baku dan Komposisi Halal

Obat harus menggunakan bahan yang bersumber dari zat halal dan bebas dari najis.

  • Tidak mengandung unsur haram seperti babi, anjing, atau turunannya
  • Tidak memakai alkohol dengan kadar memabukkan sebagai pelarut utama
  • Bila berasal dari hewan, maka hewan tersebut harus disembelih secara syar’i
  • Bahan turunan seperti gelatin, enzim, atau laktosa harus ditelusuri asal-usulnya
  • Semua bahan tambahan, pelarut, dan pengikat juga harus lolos verifikasi kehalalan

 

Proses Produksi Halal

Proses pembuatan harus menjamin tidak adanya kontaminasi dari bahan najis atau haram.

  • Fasilitas produksi wajib bersih dan higienis
  • Alat produksi tidak digunakan bergantian untuk produk non-halal
  • Ada prosedur sanitasi jika peralatan dipakai campuran
  • Penyimpanan, pengemasan, dan distribusi dilakukan terpisah dari produk haram
    Sistem dokumentasi proses halal harus tersedia dan dapat diverifikasi

 

Sistem Jaminan Produk Halal (SJPH)

SJPH adalah sistem manajemen internal perusahaan untuk menjamin kehalalan produk secara berkelanjutan. Setiap perusahaan farmasi wajib memiliki:

  • Kebijakan halal yang tertulis
  • Tim manajemen halal internal
  • Pemantauan bahan baku hingga produk akhir
  • Pelatihan halal bagi tenaga kerja
  • Audit internal halal secara berkala

 

Produk Tidak Mengklaim Manfaat Bertentangan dengan Syariat

Obat tidak boleh digunakan untuk tujuan yang bertentangan dengan hukum Islam, seperti aborsi yang tidak sah secara syar’i, penggunaan doping dalam olahraga tanpa indikasi medis, atau konsumsi zat adiktif untuk tujuan rekreasi. Kesesuaian tujuan penggunaan obat menjadi aspek penting yang diperhatikan dalam proses sertifikasi halal.

 

Labeling dan Dokumentasi Jelas

Nama dagang, tampilan produk, dan klaim manfaat tidak boleh mengandung unsur yang bertentangan dengan nilai Islam. Seluruh bahan, proses produksi, dan data pabrikasi harus terdokumentasi secara rapi dan siap ditelusuri selama proses sertifikasi.

 

Pasal/Regulasi Terkait Sertifikasi Halal Dalam Obat

Pemerintah telah mengatur kewajiban ini dalam dua peraturan utama:

  • PP 39/2021 Pasal 142 ayat (3): Obat masuk dalam kategori produk wajib bersertifikat halal.
  • Perpres 6/2023 Pasal 2 ayat (1): Obat yang masuk, beredar, dan diperdagangkan di Indonesia harus halal.

Jenis obat yang wajib tersertifikasi:

  • Bahan obat, obat bebas dan terbatas, obat keras, obat tradisional, suplemen kesehatan, dan obat kuasi.
  • Pengecualian: Obat narkotika dan psikotropika.

Tahapan implementasi:

  • Obat tradisional, kuasi, suplemen: paling lambat 17 Oktober 2026
  • Obat bebas dan terbatas: hingga 17 Oktober 2029
  • Obat keras non-psikotropika: hingga 17 Oktober 2034

Baca Juga: Cara Pendaftaran Sertifikasi Halal untuk Bisnis

 

FAQ Tentang “kriteria Obat Untuk Sertifikasi Halal”

Apakah semua jenis obat wajib memiliki sertifikasi halal?
Tidak semua. Obat narkotika dan psikotropika dikecualikan, namun seluruh obat lain wajib bersertifikat halal sesuai tahapannya.

Bagaimana jika belum ada alternatif obat halal?
Dalam keadaan darurat, penggunaan obat non-halal diperbolehkan secara syar’i, asalkan diresepkan secara medis.

Apakah etanol di dalam obat otomatis membuatnya haram?
Tidak selalu. Etanol dalam kadar rendah (<0,5%) yang tidak memabukkan dan digunakan sebagai pelarut bisa dinyatakan halal.

Siapa yang menerbitkan sertifikasi halal untuk obat?
Sertifikasi diterbitkan oleh BPJPH, bekerja sama dengan Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) dan MUI sebagai pihak yang menetapkan fatwa.

Bagaimana cara mengurus sertifikasi halal untuk obat?
Anda bisa mengajukan melalui BPJPH atau melalui lembaga seperti Associe yang berpengalaman dalam pendampingan sertifikasi halal.

 

Referensi

Penulis Artikel:

Picture of Pengku. A
Pengku. A

Seorang article writer di Associe dengan pengalaman di berbagai bidang, seperti online media, legalitas, dan digital agency.

Ikuti Associe di Sosial Media