Associe

Alasan Dibalik Forever 21 Bangkrut untuk Kedua Kalinya

forever 21 bangkrut

Forever 21 Bangkrut — Ingat tentang brand fashion Forever 21 yang melekat pada generasi milenial dan sering ditemukan di mal besar?

Kini, perusahaan tersebut kembali mengumumkan kebangkrutan, membuat banyak penggemar bertanya-tanya tentang masa depannya.

Persaingan ketat dan perubahan tren belanja menjadi faktor utama yang menyebabkan peritel ini mengalami kesulitan. Associe akan membahasnya di artikel ini.

Baca Juga: Bukalapak Tutup Marketplace, Kini Fokus Jual Produk Virtual

Table of Contents

Sekilas Tentang Forever 21

Forever 21 adalah merek fashion asal Amerika Serikat yang didirikan pada tahun 1984 oleh pasangan Do Won Chang dan Jin Sook Chang.

Brand ini dikenal dengan konsep fast fashion yang menawarkan pakaian stylish dengan harga terjangkau, menjadikannya populer di kalangan remaja dan dewasa muda.

Pada masa kejayaannya, Forever 21 memiliki lebih dari 800 toko di berbagai negara, termasuk Indonesia.

Model bisnisnya yang agresif dalam ekspansi membuatnya tumbuh pesat, namun juga membawa tantangan finansial yang besar.

Perubahan tren belanja dari offline ke online serta persaingan dengan merek seperti Shein dan Temu semakin memperumit keadaan.

Seiring dengan tantangan yang dihadapi, Forever 21 sempat mengalami kebangkrutan pada tahun 2019.

Namun, perusahaan ini berhasil bertahan setelah diakuisisi oleh Authentic Brands Group, Simon Property Group, dan Brookfield Property Partners.

Sayangnya, masalah keuangan kembali menghantui merek ini pada 2025.

 

Forever 21 Bangkrut untuk Kedua Kalinya

Forever 21 bangkrut kembali dan mengajukan perlindungan Chapter 11 pada Maret 2025, enam tahun setelah kebangkrutan pertamanya pada 2019 dan akuisisi oleh Authentic Brands Group (ABG) pada 2020.

Perusahaan ini berencana menutup seluruh operasionalnya di Amerika Serikat, termasuk sekitar 350 toko yang berisiko ditutup jika tidak ada operator baru yang mengambil alih.

Pada puncak kejayaannya, Forever 21 mengoperasikan lebih dari 500 toko di AS dan memiliki total 800 gerai di seluruh dunia, tetapi dalam beberapa tahun terakhir mengalami penurunan penjualan yang signifikan.

Laporan keuangan terbaru menunjukkan perusahaan memiliki utang sebesar US$1,58 miliar dan mengalami kerugian lebih dari US$400 juta dalam tiga tahun terakhir.

Kebangkrutan ini dipicu oleh persaingan ketat dengan Shein dan Temu, yang menawarkan harga lebih murah dan koleksi lebih variatif, menarik konsumen muda dan melemahkan posisi Forever 21.

Selain itu, perubahan perilaku konsumen yang semakin beralih dari belanja di toko fisik ke platform digital membuat Forever 21 kesulitan beradaptasi dengan tren e-commerce yang berkembang pesat.

Tekanan finansial akibat inflasi juga memperburuk kondisi perusahaan, dengan meningkatnya biaya bahan baku dan operasional yang semakin membebani keuangan mereka.

Ekspansi yang terlalu agresif dengan pembukaan banyak toko di lokasi yang kurang menguntungkan menyebabkan biaya sewa yang tinggi dan menambah tekanan finansial.

Kebangkrutan ini mencerminkan tantangan peritel tradisional dalam beradaptasi dengan perubahan tren belanja dan persaingan ketat dari peritel online yang lebih efisien.

 

Bagaimana dengan Pemegang Lisensi Forever 21?

Meskipun Forever 21 bangkrut dan menutup seluruh toko fisiknya di Amerika Serikat, bisnis internasionalnya tetap berjalan melalui sistem lisensi.

Berbagai pemegang lisensi di luar AS masih memiliki hak untuk mengoperasikan toko dan menjual produk Forever 21.

Jenis lisensi yang diberikan kepada mitra di luar negeri memungkinkan mereka untuk tetap menjalankan merek ini tanpa terpengaruh oleh kebangkrutan di AS

Artinya, pelanggan di beberapa negara, termasuk Indonesia, masih bisa menemukan produk Forever 21 melalui toko yang dikelola oleh pemegang lisensi resmi.

 

Forever 21 Berencana Fokus ke Platform Online

Sebagai langkah untuk menyelamatkan bisnisnya, Forever 21 bangkrut bukan berarti benar-benar menghilang.

Perusahaan ini berencana untuk beralih ke strategi digital dan fokus pada penjualan online. Hal ini dilakukan untuk menyesuaikan diri dengan tren belanja modern yang lebih mengutamakan e-commerce.

Platform seperti website resmi Forever 21 dan marketplace besar akan menjadi andalan untuk menjaga eksistensi merek ini.

Dengan strategi ini, perusahaan berharap dapat menjangkau lebih banyak pelanggan tanpa harus menanggung biaya tinggi dari operasional toko fisik.

Perubahan strategi ini juga meningkatkan potensi Forever 21 bersaing dengan brand fast fashion lainnya.

Baca Juga: Liberated Brands Bangkrut: Dampaknya pada Billabong, Quiksilver, dan Volcom

 

Jika Anda tertarik untuk mengetahui lebih banyak terkait artikel bisnis atau membutuhkan layanan konsultan bisnis, jangan ragu untuk kunjungi Associe atau langsung hubungi kami.

Siap Kembangkan Bisnis Kamu Bersama Associe?

Kami di Associe siap membantu kamu dalam mengurus semua aspek bisnis mulai dari legalitas, perpajakan, manajemen HR hingga Pemasaran Digital.

Dapatkan konsultasi gratis dan solusi yang tepat untuk memaksimalkan potensi bisnis kamu sekarang!

Layanan Associe