Muhammad Sadad mendaftarkan logo Garuda untuk melindungi desain Mills, kemudian PSSI mengajukan kepemilikan penuh HAKI.
PSSI menjelaskan bahwa pendaftaran logo oleh Sadad adalah langkah sah, dan mereka sedang mengambil alih hak penuh.
UU Nomor 20 Tahun 2016 dan UU Nomor 24 Tahun 2009 mengatur penggunaan lambang negara, membutuhkan izin resmi untuk tujuan komersial.
Logo Garuda merupakan simbol kebanggaan yang selalu ditampilkan pada jersey timnas Indonesia, baru-baru ini menjadi topik pembicaraan hangat di kalangan pecinta sepak bola dan pengamat hak kekayaan intelektual.
Keputusan untuk mendaftarkan logo Garuda secara pribadi telah memicu pertanyaan besar mengenai hukum dan etika, mengingat logo tersebut merupakan lambang negara.
Artikel ini bertujuan untuk memberikan pencerahan mengenai apakah lambang negara seperti logo Garuda boleh didaftarkan oleh pribadi, dengan berpedoman pada undang-undang yang berlaku tentang hak kekayaan intelektual.
Memahami konteks dan implikasi dari pendaftaran tersebut membuat kita dapat mencari tahu lebih jauh mengenai keabsahan dan konsekuensi yang mungkin timbul dari keputusan ini.
Bukan hanya bagi timnas Indonesia tetapi juga bagi tata kelola hak kekayaan intelektual di Indonesia secara luas.
Latar Belakang Pendaftaran Logo Garuda
Kami mengetahui bahwa CEO Erspo, Muhammad Sadad, mengambil langkah awal untuk mendaftarkan logo Garuda. Proses ini dimulai dengan permohonan bernomor DID2024006041 pada tanggal 19 Desember 2023. Inisiatif ini didasari oleh keinginan untuk melindungi desain yang telah dibuat sebelumnya oleh Mills, yang mencakup lambang Garuda dengan model perisai.
Selanjutnya, proses pendaftaran tidak hanya melibatkan Sadad tetapi juga PSSI.
Pada bulan April 2024, PSSI meminta untuk didaftarkan sebagai pemilik Hak Kekayaan Intelektual secara penuh. Arya Sinulinggaanggota Komite Eksekutif PSSI, menegaskan bahwa proses pemindahan hak ini sedang berlangsung.
Ini menunjukkan bahwa pendaftaran awal yang dilakukan secara pribadi oleh Sadad adalah bagian dari strategi yang lebih besar untuk melindungi hak atas logo tersebut.
Klarifikasi dari PSSI
Arya Sinulingga, anggota Komite Eksekutif dari PSSI, menjelaskan bahwa inisiatif ini dimulai oleh Erspo, yang didaftarkan atas nama Muhammad Sadad dan PSSI sebagai bagian dari proses perlindungan. “Jadi, tidak ada yang perlu dirisaukan karena ini adalah bagian dari proses hukum yang sah,” ucap Arya.
Lebih lanjut, Arya menegaskan bahwa PSSI kini sedang mengambil langkah untuk memiliki HAKI atas logo tersebut.
“Proses pengambilalihan ini dilakukan secara bertahap. Awalnya, Sadad dan PSSI didaftarkan bersamaan, dan kini kami sedang meminta hak tersebut untuk sepenuhnya menjadi milik PSSI,” jelasnya.
Tanggapan dari Pihak Mills
Komentar Mills tentang Kepemilikan Logo
Fajarrusalem Ramadhan sebagai Kepala Desain Mills menyatakan “Kami di Mills merasa bangga bahwa desain logo Garuda yang kami ciptakan digunakan sebagai simbol kebanggaan timnas Indonesia. Namun, kami sedikit terkejut karena tidak ada pemberitahuan sebelumnya dari PSSI mengenai pendaftaran Hak Kekayaan Intelektual (HAKI) atas logo ini. “Sejauh ini, setahu kami di tim kreatif tidak ada pemberitahuan dari pihak federasi,”.
Lebih lanjut, Fajarrusalem menambahkan, “Kami tim kreatif Mills sebenarnya ikhlas-ikhlas saja kalau memang hasil karya kami akan dipakai oleh negara ataupun federasi. Cuma sayangkan saja kenapa tidak info ke kami dulu. Kalau mengenai didaftarkan sebagai merek itu kami tidak tahu apakah regulasinya bisa diterima oleh Dirjen HKI atau tidak”.
Menurut undang-undang yang berlaku, lambang negara seperti Garuda tidak dapat didaftarkan oleh pihak manapun tanpa persetujuan tertulis dari yang berwenang, sesuai Pasal 21 ayat (2) huruf b UU Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis.
Pandangan Hukum tentang Pendaftaran Logo Negara
Kita harus memahami bahwa Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan awalnya melarang penggunaan lambang Garuda Pancasila untuk keperluan selain yang diatur dalam undang-undang tersebut.
Namun, keputusan Mahkamah Konstitusi telah mengubah pandangan ini, menyatakan bahwa larangan tersebut tidak berkekuatan hukum mengikat, sehingga membuka peluang bagi individu untuk menggunakan lambang negara dalam berbagai konteks.
Undang-Undang Terkait Lambang Negara
Menurut Pasal 46 dan Pasal 52 UU 24/2009, lambang negara dapat digunakan secara resmi dalam berbagai bentuk seperti cap jabatan, kertas bermeterai, dan atribut pejabat negara yang sedang bertugas di luar negeri.
Namun, penggunaan lambang negara untuk keperluan lainnya, seperti yang dinyatakan dalam Pasal 57, awalnya dilarang tetapi telah diubah oleh putusan Mahkamah Konstitusi.
Isu HAKI dan Lambang Negara
Pertimbangan lain adalah masalah Hak Kekayaan Intelektual (HAKI).
Meskipun lambang negara kini dapat digunakan lebih luas, harus dipahami bahwa penggunaan tersebut tidak boleh melanggar aspek HAKI yang melindungi ciptaan asli atau menggunakannya untuk tujuan komersial tanpa izin yang tepat.
Hal ini untuk memastikan bahwa lambang negara tetap dihormati dan digunakan dengan cara yang sesuai dengan nilai-nilai kebangsaan.
Kesimpulan
Dari pembahasan panjang mengenai pendaftaran logo Garuda oleh pribadi, kita mengerti bahwa hal ini mencerminkan kebutuhan akan perlindungan hak kekayaan intelektual yang tepat dalam hukum Indonesia.
Menyimak perdebatan dan tanggapan dari berbagai pihak, termasuk PSSI dan Mills, terlihat jelas bahwa kejelasan hukum menjadi kunci dalam memastikan hak-hak ini terlindungi tanpa mengesampingkan pentingnya simbol negara.
Meskipun kontroversi ini menyoroti permasalahan dalam hukum yang berlaku, pentingnya memahami dan menghormati penggunaan simbol negara tidak boleh diabaikan, sebagaimana diatur dalam UU Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan.
Menyadari kepentingan dari pemahaman yang lebih mendalam mengenai HAKI dan simbol negara, langkah selanjutnya bagi kita semua adalah terus meningkatkan kesadaran dan pemahaman mengenai hak kekayaan intelektual.
Pertimbangan dari segi hukum harus lebih diprioritaskan untuk menghindari permasalahan serupa di masa depan, sekaligus memperkuat tata kelola hak kekayaan intelektual yang ada di Indonesia.