Ringkasan Artikel: Fenomena Labubu

Labubu adalah karakter koleksi Pop Mart dengan desain unik “ugly-cute”. Berikut ringkasannya:

  • Kepopulerannya didorong oleh blind box, selebritas, dan efek FOMO.
  • Fenomena Labubu mereda karena kejenuhan pasar dan perubahan tren.
  • Pop Mart tetap optimis dengan fokus pada komunitas dan diversifikasi produk.

 

Apa Itu Labubu?

Labubu adalah karakter figur koleksi berbentuk monster kecil dengan wajah ekspresif yang dikenal unik sekaligus menggemaskan.

Karakter ini termasuk dalam seri The Monsters yang diciptakan oleh seniman asal Hong Kong, Kasing Lung.

Sosoknya digambarkan dengan gigi tajam dan mata besar, sehingga disebut punya daya tarik “ugly-cute” atau jelek tapi lucu.

Tidak hanya hadir dalam bentuk figur, karakter ini juga merambah ke berbagai merchandise seperti boneka, keychain, dan aksesori.

 

Mainan Labubu pertama kali diperkenalkan oleh Pop Mart, perusahaan asal Tiongkok yang fokus pada mainan koleksi dengan sistem kotak misteri.

Pop Mart didirikan pada 2010 dan kini menjadi salah satu pemain utama di industri designer toys. 

Kini memiliki 500+ toko di 30+ negara, 2.300+ Roboshop, serta platform e-commerce.

Pop Mart juga mewakili seniman internasional dengan karakter ikonik seperti Molly, Dimoo, Skullpanda, The Monsters, Hirono, dan lainnya.

 

Mengapa Labubu Viral?

Alasan utama Labubu viral dapat dirangkum dalam beberapa faktor berikut:

  • Desain “ugly-cute” yang unik
  • Strategi pemasaran blind box
  • Eksposur dari publik figur ternama
  • Efek FOMO yang mendorong pembelian impulsif

Desain “Ugly-Cute” dan Karakter Unik

Daya tarik utama Labubu terletak pada desainnya yang tidak biasa.

Ekspresi wajahnya memberi kesan menyeramkan, tetapi justru terasa menggemaskan.

Kombinasi ini membuatnya berbeda dari mainan koleksi lain yang biasanya hanya menonjolkan sisi lucu saja.

Strategi Blind Box

Pop Mart menjual Labubu melalui sistem blind box, di mana pembeli tidak mengetahui varian yang akan didapat.

Konsep kejutan ini mendorong orang membeli lebih dari satu kotak demi karakter tertentu.

Sensasi unboxing memberi kepuasan emosional, terutama saat memperoleh edisi langka.

Ini sejalan dengan teori operant conditioning pola variable-ratio reinforcement, di mana hadiah acak membuat orang terus mencoba.

Eksposur dari Publik Figur

Nama Labubu semakin melambung setelah Lisa BLACKPINK memperlihatkan koleksi ini di Instagram.

Kehadiran selebritas papan atas sebagai pengguna memberikan validasi sosial bahwa Labubu adalah barang yang layak dimiliki.

Kehadiran publik figur menjadikan mainan ini bukan hanya sekadar koleksi, tapi juga simbol gaya hidup.

Efek FOMO (Fear Of Missing Out)

Banyak orang terdorong membeli Labubu karena takut ketinggalan tren

Fenomena ini disebut FOMO, yakni “rasa cemas” jika tidak ikut serta dalam sesuatu yang sedang populer.

Dalam fenomena Labubu, FOMO mendorong perilaku konsumtif dan belanja impulsif. Di media sosial, konten unboxing serta pajangan koleksi membuat orang semakin penasaran. 

 

Fenomena Labubu Mereda, Pop Mart Tidak Khawatir

Penjualan dan viralitas Labubu yang dulu sempat melonjak kini mulai menurun.

Hype berkurang karena pasar jenuh dengan terlalu banyak varian dan siklus tren memang wajar mengalami fase penurunan.

Riset Nomura mencatat satu edisi blind box pernah dijual kembali hingga 2000% di atas harga asli.

Kemudian harga turun lebih dari setengahnya setelah Pop Mart meningkatkan produksi hingga 30 juta mainan per bulan.

Pop Mart tidak khawatir dengan turunnya harga Labubu karena mereka menyiapkan strategi jangka panjang.

Yaitu meniru model Disney dalam mengembangkan intellectual property (IP) agar karakter bertahan lama.

Memperluas pasar global lewat pembukaan toko internasional, serta mendiversifikasi bisnis ke konten hiburan dan kolaborasi lintas industri.

 

FAQ Tentang “Fenomena Labubu”

Apakah Labubu masih diproduksi Pop Mart?

Ya, Pop Mart masih merilis berbagai varian Labubu, meski hype global mulai menurun.

Kenapa fenomena Labubu bisa mereda?

Karena siklus tren koleksi biasanya cepat berubah, ditambah pasar yang jenuh oleh terlalu banyak varian.

Apakah harga Labubu masih tinggi di pasar sekunder?

Beberapa edisi langka masih bernilai tinggi, tetapi harga varian umum cenderung stabil.

Mengapa Pop Mart tidak khawatir dengan tren yang menurun?

Karena mereka memiliki banyak karakter lain dan strategi jangka panjang yang tidak hanya bergantung pada satu produk.

Apakah Labubu masih diminati di Indonesia?

Ya, meski tidak seviral dulu, kolektor setia tetap mencari Labubu, terutama edisi langka.

 

Baca Juga:

Menguak Dampak Fast Fashion yang Sering Terabaikan Konsumen

Apakah Fenomena Tren Matcha Akan Bertahan Lama?