Associe

Belajar Sengketa Merek dari Kasus Arc’teryx Indonesia

Kasus Arc'teryx Indonesia

Kasus Arc’teryx Indonesia baru-baru ini menjadi sorotan setelah toko resminya dibuka di Bali.

Namun, kontroversi muncul karena Arc’teryx Kanada membantah keterkaitan dengan gerai tersebut.

Kasus yang berpotensi menjadi sengketa merek ini menyoroti pentingnya pendaftaran merek di Indonesia agar hak kepemilikan tetap aman.

Bagaimana kronologi kasus ini dan pelajaran yang bisa diambil tentang sengketa merek? Associe akan mengulasnya.

 

Kronologi Kasus Arc’teryx Indonesia

Pembukaan Gerai Arc’teryx di Bali

Pada 2 Februari 2025, sebuah toko Arc’teryx resmi dibuka di Beachwalk Shopping Center, Bali.

Gerai ini diklaim sebagai perwakilan resmi merek Arc’teryx di Indonesia, menjual produk perlengkapan outdoor yang diklaim asli.

Dugaan Produk Tidak Resmi

Setelah pembukaan, muncul keraguan di media sosial terkait keaslian produk yang dijual.

Beberapa pelanggan membandingkan produk di toko tersebut dengan Arc’teryx yang dijual di luar negeri dan menemukan perbedaan dari segi bahan dan desain.

Klarifikasi Arc’teryx Kanada

Perwakilan Arc’teryx Kanada menyatakan bahwa mereka tidak memiliki hubungan dengan gerai di Bali. 

Dalam email resminya, mereka menegaskan bahwa merek tersebut belum terdaftar di Indonesia dan akan mengambil langkah hukum atas penggunaan nama Arc’teryx.

Pernyataan Pemegang Merek di Indonesia

PT ATX Asia Sport Products, pemegang lisensi merek di Indonesia, membantah tuduhan bahwa produk mereka palsu.

Mereka menjelaskan bahwa merek Arc’teryx telah didaftarkan secara resmi di Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) oleh Perfect Supply Chain Co. LTD sejak 2019.

Sikap DJKI terhadap Sengketa

DJKI menegaskan bahwa berdasarkan hukum yang berlaku, merek dagang yang tidak didaftarkan di Indonesia tidak memiliki perlindungan hukum.

Karena Arc’teryx Kanada belum mendaftarkan mereknya, maka hak eksklusif atas merek tersebut di Indonesia jatuh ke pemegang registrasi yang sah.

 

Potensi Sengketa Merek

Sengketa merek adalah perselisihan hukum yang terjadi ketika dua atau lebih pihak mengklaim hak atas suatu merek dagang.

Sengketa ini biasanya muncul karena adanya kesamaan nama, logo, atau identitas merek yang menyebabkan kebingungan di pasar.

Sengketa merek seperti kasus Arc’teryx Indonesia terjadi karena sistem pendaftaran merek di Indonesia menganut prinsip first to file, sebagaimana diatur dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis.

Ini berarti bahwa pihak yang lebih dahulu mendaftarkan merek memiliki hak eksklusif, terlepas dari siapa pemilik asli di negara lain.

Konsekuensi dari sistem ini adalah potensi sengketa bagi perusahaan yang belum mendaftarkan mereknya di Indonesia.

Jika ada pihak lain yang lebih dahulu mendaftarkannya, merek global pun bisa kehilangan haknya di pasar Indonesia.

Untuk menghindari kasus serupa, pemilik bisnis harus memastikan bahwa merek mereka terdaftar sebelum memasuki pasar baru.

Baca Artikel Lainnya: Ace Hardware Ganti Nama Jadi Azko, Apa Alasannya?

 

Dampak Sengketa Merek bagi Konsumen dan Bisnis

Sengketa merek dapat membingungkan konsumen, terutama dalam membedakan keaslian produk.

Dalam kasus Arc’teryx Indonesia, banyak pelanggan mempertanyakan apakah produk di gerai Bali sesuai dengan standar internasional atau tidak.

Kebingungan ini bisa menurunkan kepercayaan konsumen dan memengaruhi keputusan pembelian.

Jika situasi tidak segera diklarifikasi, bisnis bisa kehilangan pasar akibat ketidakjelasan kepemilikan merek.

Jika sebuah merek tidak terdaftar lebih dulu, pemilik aslinya bisa kehilangan hak hukum dan harus menghadapi proses panjang untuk merebut kembali mereknya.

Selain itu, sengketa seperti ini juga dapat berdampak pada operasional bisnis, mulai dari penarikan produk, rebranding, hingga gangguan kerja sama dengan mitra.

Pada akhirnya, reputasi brand bisa rusak, dan kepercayaan pasar sulit untuk dipulihkan.

 

Kesimpulan

Kasus Arc’teryx Indonesia menjadi pelajaran berharga tentang pentingnya pendaftaran merek agar bisnis tetap terlindungi.

Prinsip first to file di Indonesia bisa membuat merek global kehilangan hak jika tidak segera mendaftarkan diri. 

Pendaftaran merek di DJKI bukan hanya formalitas, tetapi langkah krusial untuk menghindari sengketa di kemudian hari.

Para pelaku usaha, terutama yang ingin berekspansi ke Indonesia, harus memahami regulasi ini agar tidak mengalami kendala hukum.

Jika Anda tertarik untuk mengetahui lebih banyak terkait artikel bisnis atau membutuhkan layanan konsultan bisnis, jangan ragu untuk kunjungi Associe atau langsung hubungi kami.

Siap Kembangkan Bisnis Kamu Bersama Associe?

Kami di Associe siap membantu kamu dalam mengurus semua aspek bisnis mulai dari legalitas, perpajakan, manajemen HR hingga Pemasaran Digital.

Dapatkan konsultasi gratis dan solusi yang tepat untuk memaksimalkan potensi bisnis kamu sekarang!

Layanan Associe