Ringkasan Artikel: Quiet Quitting
Quiet quitting adalah respons diam-diam dari karyawan yang tidak lagi terlibat secara emosional dalam pekerjaan. Fenomena ini merupakan bentuk perlawanan terhadap budaya kerja berlebihan, terutama di kalangan Gen Z. Penyebabnya meliputi kurangnya penghargaan, ketimpangan beban kerja, dan ketidaksesuaian nilai antara karyawan dan perusahaan.
Di tengah dinamika dunia kerja, muncul suatu tren menarik yang kini menimbulkan banyak perbincangan, yaitu quiet quitting.
Fenomena ini sering dikaitkan dengan generasi Z yang memilih untuk bekerja sebatas tanggung jawab utamanya saja, tanpa ambisi lebih.
Meski terlihat “diam-diam”, dampaknya bisa terasa besar dalam produktivitas atau ke perusahaan.
Associe akan membahasnya di artikel ini.
Baca Juga: Kontrak Kerja Karyawan, Hal-hal Yang Perlu Diperhatikan
Apa Itu Quiet Quitting?
Quiet quitting adalah kondisi di mana karyawan memilih untuk hanya melakukan pekerjaan sesuai deskripsi tugasnya tanpa melibatkan diri secara emosional atau berkontribusi lebih dari yang diwajibkan.
Meskipun masih bekerja secara formal, mereka secara tidak langsung telah “berhenti” dari semangat kerja yang sesungguhnya.
Fenomena ini menjadi sorotan setelah viral di platform seperti TikTok dan LinkedIn, khususnya di kalangan pekerja muda.
Menurut Harvard Business Review, “berhenti secara diam-diam” adalah sikap hanya menjalankan tugas utama tanpa keterlibatan lebih.
Karyawan tetap bekerja, tapi enggan melakukan hal di luar jobdesk, seperti lembur, datang lebih awal, atau ikut rapat non-wajib.
Penyebab Terjadinya Quiet Quitting
Banyak faktor yang mendorong karyawan, terutama dari generasi Z, untuk melakukan quiet quitting.
- Kurangnya penghargaan atas kontribusi karyawan
- Beban kerja yang tidak seimbang dengan kompensasi
- Minimnya peluang pengembangan karier
- Komunikasi yang tidak efektif dengan atasan
- Ketidaksesuaian nilai pribadi dengan budaya perusahaan
- Adanya kesenjangan keterampilan karyawan atau skill gap
Ciri-ciri Karyawan Quiet Quitting
Tidak Mau Terlibat di Luar Tugas Inti
Karyawan hanya fokus menyelesaikan tugas utama dan menolak kegiatan tambahan seperti rapat sukarela, pelatihan tambahan, atau proyek lintas tim.
Penurunan Inisiatif
Mereka cenderung menunggu instruksi ketimbang menawarkan ide atau solusi. Kreativitas dan inisiatif kerja tampak menurun drastis.
Tidak Ada Kepedulian pada Tujuan Tim
Karyawan terlihat tidak peduli terhadap hasil akhir atau keberhasilan tim. Semangat kolaborasi menjadi rendah.
Menjaga Batasan Waktu Kerja
Waktu kerja dijalani secara ketat. Karyawan mulai dan pulang tepat waktu, tanpa bersedia lembur atau terlibat lebih.
Menjauh Secara Sosial
Hubungan dengan rekan kerja menjadi renggang. Tidak banyak berinteraksi, baik dalam konteks formal maupun informal.
Kelebihan dan Kekurangan Melakukan Quiet Quitting
Meski kontroversial, quiet quitting bukan tanpa sisi positif dan negatif. Berikut penjelasannya:
Kelebihan Quiet Quitting
Karyawan dapat menjaga keseimbangan antara kehidupan pribadi dan pekerjaan. Stres berkurang karena mereka tidak merasa harus selalu “siap siaga”.
Quiet quitting juga bisa menjadi sinyal sehat untuk menghindari burnout dan menolak ekspektasi kerja berlebihan.
Kekurangan Quiet Quitting
Kinerja tim dapat menurun karena kurangnya kolaborasi. Karyawan juga bisa kehilangan kesempatan pengembangan karier.
Hubungan kerja menjadi datar dan kurang dinamis, serta reputasi profesional bisa terdampak dalam jangka panjang.
Cara Menghadapi Fenomena Quiet Quitting
Perusahaan perlu membuka ruang diskusi dan mendengarkan suara karyawan. Buatlah lingkungan kerja yang lebih terbuka, menghargai kontribusi, dan adil dalam memberikan beban kerja. Transparansi dalam promosi dan pengembangan karier juga penting.
Dari sisi karyawan, penting untuk mengkomunikasikan batasan dan ekspektasi secara terbuka. Jangan biarkan rasa tidak puas menumpuk.
Jika merasa tidak cocok dengan lingkungan kerja, evaluasi kembali tujuan karier Anda dan cari dukungan profesional bila perlu.
Baca Juga: Memahami Alasan Karyawan Resign dengan Exit Interview
FAQ Tentang “Quiet Quitting”
Apa bedanya quiet quitting dan resign?
Quiet quitting adalah sikap mental untuk tidak lagi berkontribusi lebih di tempat kerja, tanpa benar-benar mengundurkan diri secara formal.
Apakah quiet quitting hanya dilakukan oleh generasi Z?
Tidak. Meski sering dikaitkan dengan Gen Z, karyawan dari berbagai usia juga bisa mengalami hal serupa jika mengalami ketidakpuasan kerja.
Apakah quiet quitting itu salah?
Tidak selalu. Ini bisa menjadi bentuk perlindungan diri dari kelelahan. Namun, jika dibiarkan terus-menerus, bisa berdampak buruk bagi karier.
Bagaimana cara mencegah quiet quitting di perusahaan?
Ciptakan komunikasi terbuka, apresiasi karyawan secara rutin, dan pastikan beban kerja seimbang. Lingkungan kerja yang sehat sangat berpengaruh.
Apakah quiet quitting bisa diperbaiki?
Bisa. Dengan evaluasi dua arah antara manajemen dan karyawan, quiet quitting bisa menjadi titik balik untuk perbaikan hubungan kerja.